SAWIT INDONESIA AMAN JIKA IKUTI ATURAN INI

Pengangkutan kelapa sawit dari kebun

Jakarta, JaringBisnis. Klaim sepihak Uni Eropa terkait sawit Indonesia yang tidak sehat dan tidak ramah lingkungan https://jaringbisnis.com/terkait-sawit-pemerintah-tegaskan-bukan-perusak-hutan/ mesti ditinjau kembali. Karena sejatinya aturan/regulasi ramah lingkungan telah dibuat pemerintah beberapa waktu lalu.

Hal ini dapat dilihat dalam tulisan ilmiah penulis RAS, pada https://itsi.ac.id/lima-fakta-utama-tentang-minyak-kelapa-sawit-yang-perlu-anda-tahu/ yang menyebutkan bahwa jika industri sawit Indonesia konsisten menjalankan regulasi pemerintah, maka semestinya sawit Indonesia jauh lebih ramah lingkungan ketimbang industri rapeseed, bunga matahari, dan kedelai. Hal ini jika dilihat dari efektivitas lahan yang digunakan dan produktivitas panen.

RAS menyarankan, agar sawit Indonesia lebih ramah lingkungan mestinya perusahaan sawit melakukan:

  1. Penghentian tebang bakar. Perusahaan sawit semestinya menerapkan Kebijakan Kenihilan Deforestasi dan Tanpa Bakar, yang memungkinkan kelapa sawit dibudidayakan secara berkelanjutan tanpa membakar hutan. Dalam tulisannya, RAS menyebutkan bahwa perusahaannya telah melakukan hal ini sejak 1997.
  2. Perusahaan berupaya mewujudkan rantai pasok dengan aspek kemamputelusuran yang lebih baik guna memastikan seluruh proses produksi dari benih sawit hingga produk akhir di etalase dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. Pada tahun 2021, Perusahaan yang menjadi rujukan RAS, berhasil mewujudkan 95% Kemamputelusuran ke Perkebunan (TTP/Traceability to Plantation) untuk seluruh rantai pasoknya. Hal ini memastikan transparansi di seluruh rantai pasok, yang juga mendukung penerapan praktik produksi berkelanjutan di tingkat industri. Tidak berhenti sampai di situ, perusahaan juga menargetkan pemenuhan TTP hingga 100%.
  3. Perusahaan rujukan RAS juga menerapkan Kebijakan Ketat Tanpa Toleransi terhadap perburuan, pencederaan, kepemilikan, dan pembunuhan spesies langka dan terancam punah. Didukung kebijakan tersebut, perusahaan telah mengidentifikasi kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT), serta spesies langka dan terancam punah di wilayah konsesi dan kawasan sekitarnya. Sekaligus memberlakukan tindakan pelestarian yang tepat untuk memantau keanekaragaman hayati di seluruh perkebunan dan wilayah konsesi dengan cermat.

Tulisan RAS pada Jurnal Institut Teknologi Sawit Indonesia tersebut tentunya berpotensi mematahkan klaim Uni Eropa, khususnya European Union Deforestation Regulation (EUDR), tentang sawit Indonesia yang tidak ramah lingkungan.

Tentu saja, hal ini mesti dibuktikan dengan inisiatif baik perusahaan sawit Indonesia dalam mematuhi aturan pemerintah. (JB/02/GlG)