Banda Neira, JaringBisnis. Rombongan Eksedisi Jalur Rempah 2024 yang juga diikuti Sekolah Menengah Sekolah Alam Depok (SM SADe), tiba di Banda Neira, beberapa waktu lalu.
Di hari pertama, rombongan mengunjungi Pulau Lonthoir dan mengeksplorasi situs sejarah dan budaya Kora-kora, Sumur Pusaka, Blood Stone dan Benteng Holandia. Deni, yang bertugas memandu rombongan, menjelaskan bagaimana perkebunan pala di pulau lonthoir menorehkan peran penting pada sejarah jalur rempah.

Di pulau ini pula, terjadi pertumpahan darah antara Belanda dan penduduk pulau Lonthoir. Penduduk pulau yang dianggap keras kepala ini, berulang kali melakukan pemberontakan pada Belanda yang mengangkangi perdagangan rempah -khususnya pala.
Sejarawan Hans Straver menulis bahwa kemungkinan penduduk Lonthoir saat perang berjumlah 4.500 hingga 5.000 orang. Di mana 50 hingga 100 dari mereka gugur dalam pertempuran, 1.700 diperbudak, dan 2.500 tewas akibat kelaparan dan penyakit, sementara jumlah penduduk yang tewas karena melompat dari tebing -karena tak mau menyerah, tidak diketahui jumlah pastinya. Ia juga mencatat bahwa ratusan penduduk melarikan diri ke kepulauan terdekat.

Selepas berkunjung ke Pulau Lonthoir, pada malam hari tim dijamu oleh Balai Guru Penggerak Prov Maluku dalam acara launching medsosnya. Keesokan hari, rombongan dipandu untuk berkeliling mengunjungi situs-situs bersejarah yang tersebar di pulau Banda Neira. Misalnya SDN 247 yang usia bangunannya 103 tahun dan masih berfungsi hingga saat ini.
Siswa SM SADe disambut dengan pertunjukan budaya dari siswa SDN dan SMPN 11 Kota Ambon. Sebaliknya, siswa SM SADe juga mempertunjukkan tarian Zapin sebagai pertukaran persembahannya. Bersama dengan wakil siswa SMPN 11 kota Ambon, siswa SM SADe mengunjungi Istana Mini, Benteng Belgica, dan Benteng Nassau.

Pada sore hari, SM SADe mengeksplorasi keindahan dan kekayaan ragam hayati bawah air, yang dilakukan di sekitar Pulau Pisang dan Lava Flow. Rayi Akbar, fasilitator SM SADe memandu siswa untuk mengenali dan mengidentifikasi biota laut.
Keesokan harinya, rombongan bergerak untuk melakukan pendakian gunung berapi yang berketinggian 600 MdPL. Meski tidak terlalu tinggi, namun medannya curam. Jalurnya berbatu serta berkerikil. Di saat bersamaan, konsultan dan fasilitator yang ikut bersama rombongan mengadakan sesi berbagi praktik, khususnya dengan 140 guru penggerak di Provinsi Maluku. Tema yang diusung dalam sesi ini adalah konsep pendidikan berkelanjutan yang diterapkan di Sekolah Alam.

Sebelum bertolak ke Ambon pada sore harinya, rombongan sempat berburu berbagai cinderamata khas dari Pulau Banda Neira, khususnya yang berkaitan dengan pala.
Perjalanan Ekspedisi Jalur Rempah SM SADe terselenggara atas dukungan penuh dari TNI AL, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Kemenparekraf, Aneka Tambang, PT. PHAPROS, Baznas, Jaringan Sekolah Alam Nusantara, Pemkot Kota Depok, Dompet Dhuafa, Bumida Syariah, Javana, penerbit Bestari, dan jaringbisnis.com sebagai media partner. (JB/02/Wiqfi/GlG)