ANGGOTA KOMISI VIII DPR PERTANYAKAN PROGRAM SEKOLAH RAKYAT

Ilustrasi. (dpr.go.id)

Terkait hal itu, Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang meminta penjelasan menyeluruh dari Kementerian Sosial (Kemensos) terkait program tersebut. Dikatakan, selain belum adanya pembahasan dampaknya terhadap anggaran maupun posisi program dalam struktur kebijakan sosial nasional, ia juga mempertanyakan apakah program tersebut merupakan bagian dari rencana strategis jangka panjang atau sekadar inisiatif tambahan tanpa kerangka hukum yang jelas.

“Kami belum mendapat penjelasan resmi. Sekolah Rakyat ini apakah program utama atau sekadar tambahan dari Kementerian Sosial? Karena semua program berdampak pada postur anggaran dan kebijakan sosial lainnya,” ujar Marwan saat membuka agenda Rapat Kerja Komisi VIII dengan Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Dalam paparannya di depan Komisi VIII DPR, Mensos menyatakan program Sekolah Rakyat adalah program pendidikan gratis berasrama yang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem, khususnya yang berada di desil 1 dan 2 berdasarkan pendataan dan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Program ini dirancang sebagai solusi jangka panjang untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi.

Kemensos menargetkan peluncuran Sekolah Rakyat pada Juli 2025, dengan ratusan lokasi tahap awal di berbagai wilayah. Sekolah ini akan dilengkapi asrama, laboratorium, fasilitas olahraga, dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan masa depan. Semua kebutuhan dasar siswa, termasuk makan, seragam, dan alat belajar, ditanggung negara.

Terkait dengan DTSEN, jelas Saifullah, sistem ini memadukan data dari berbagai sumber dan terintegrasi dengan data kependudukan (Dukcapil). Dengan pendekatan berbasis desil 1 10, DTSEN digunakan untuk menentukan secara akurat kelompok sasaran berbagai bentuk bantuan sosial.

Perlu kajian lebih lanjut

Walaupun begitu, Marwan menyebutkan implementasi dan pengaruh konkret dari DTSEN dan Sekolah Rakyat masih belum dijelaskan secara teknis kepada Komisi VIII DPR.

“Sejak DTSEN ditetapkan sebagai data tunggal, kami belum menerima pemaparan lengkap tentang cara kerjanya, validitas datanya, serta bagaimana data ini digunakan dalam penanganan kemiskinan terutama kaitannya dengan Sekolah Rakyat,” tegas Marwan dikutip dari dpr.go.id.

Tidak hanya itu, Komisi VIII DPR juga menyoroti rencana penempatan Sekolah Rakyat di Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Sentra milik Kemensos.

Sebab itu, Marwan mendorong perlu ada kajian lebih lanjut apakah konversi fungsi program Sekolah Rakyat tidak mengganggu layanan sosial yang selama ini berjalan, serta apakah sudah diperhitungkan dalam struktur kelembagaan, anggaran, indikator keberhasilan, serta keterkaitannya dengan program-program sosial lainnya. (JB/03/Wid)