Jakarta, JaringBisnis. Pemerintah dan DPR RI menyepakati usulan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2026 dalam rapat kerja antara Kementerian Keuangan dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kamis (18/9/2025).
Belanja anggaran pada 2026 ditetapkan sebesar Rp3.842,7 triliun sementara pendapatan negara sebesar Rp3.153,6 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran didesain sebesar Rp689,1 triliun atau setara 2,68 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp3.149,7 triliun dan transfer ke daerah Rp693,0 triliun. Belanja pemerintah pusat tersebut mencakup belanja kementerian/lembaga Rp1.510,5 triliun dan belanja non-kementerian/lembaga Rp1.639,2 triliun.
Dari sisi pendapatan negara, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp2.693,7 triliun, yang terdiri dari penerimaan pajak Rp2.357,7 triliun serta penerimaan kepabeanan dan cukai Rp336,0 triliun. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditetapkan sebesar Rp459,2 triliun. Dengan postur ini, keseimbangan primer tercatat defisit Rp89,7 triliun. Defisit tersebut akan dibiayai melalui pembiayaan anggaran yang diperkirakan mencapai Rp689,1 triliun.
Hasil kesepakatan Banggar DPR RI bersama Pemerintah atas usulan postur APBN 2026 ini selanjutnya akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI yang dijadwalkan pada 23 September 2025 untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan apresiasi atas kerja bersama yang telah dilakukan antara Pemerintah dengan Banggar.
“Dengan tuntasnya pembahasan APBN Tahun Anggaran 2026 dari Badan Anggaran DPR RI, izinkan kami atas nama Pemerintah menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pimpinan dan Anggota Badan Anggaran DPR RI, Pimpinan Kementerian/Lembaga, Wakil Pemerintah lainnya, serta Pimpinan Bank Indonesia. Dari yang terjalin ini menunjukkan komitmen bersama dalam menjaga APBN sebagai instrumen fiskal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” terang Menkeu.
Sejumlah penyesuaian
Di sisi lain, Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menjelaskan adanya sejumlah penyesuaian belanja pusat dan daerah yang berdampak pada meningkatnya defisit anggaran pada APBN 2026.
“Karena adanya penyesuaian itu tentu terjadi peningkatan belanja, baik di pusat maupun di daerah. Semua ini dilakukan pemerintah bersama Badan Anggaran DPR dalam rangka merespons berbagai kebutuhan, khususnya untuk TKD, daerah istimewa, dan dana otonomi khusus,” ujar Said seperti dikutip dpr.go.id.
Dikatakan, Banggar DPR dan pemerintah menyepakati proyeksi penerimaan negara 2026 naik dari Rp3.147 triliun menjadi Rp3.153 triliun. Kenaikan ditopang oleh penerimaan cukai dan PNBP.
“Kenaikan ini terjadi bukan hanya dari cukai, yang awalnya Rp302 triliun menjadi Rp336 triliun, tetapi juga dari PNBP, yang awalnya Rp455 triliun menjadi Rp459,199 triliun,” jelas Said.
Meski demikian, Said menegaskan penambahan belanja pusat maupun transfer ke daerah menyebabkan defisit RAPBN 2026 melebar. “Defisit yang awalnya diperkirakan 2,48 persen disepakati bersama pemerintah dan Banggar DPR menjadi 2,68 persen. Artinya, defisit naik dari Rp638,807 triliun menjadi Rp689,147 triliun. Dari PDB, sebagaimana saya sampaikan tadi, dari 2,48 persen menjadi 2,68 persen,” paparnya. (JB/03/Wid)