SPKS DESAK PEMERINTAN HAPUS PAJAK DAN PUNGUTAN EKSPOR SAWIT

Ilustrasi

Kenaikan pajak impor di negara tujuan ekspor sawit akan berdampak terhadap turunnya harga jual hasil panen petani sawit.

Adanya keputusan tarif dagang Presiden AS Donald Trump diperkirakan akan mendistorsi permintaan CPO dan produk turunan. Kondisi ini akan menurunkan harga jual Tandan Buah Segar (TBS) hasil panen petani berkisar 2 hingga 3 persen atau sekitar Rp60 hingga Rp100 per kg TBS.

Seperti dikutip antaranews.com, kondisi ini membuat Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) sawit hingga nol persen.

Ketua Umum SPKS Sabarudin mengatakan, SPKS mendorong pemerintah menurunkan besaran BK dan PE CPO serta produk turunannya menjadi nol persen. Sebab, besaran BK dan PE berakibat merosotnya daya saing industri minyak sawit dan produk turunannya asal Indonesia di pasar global secara keseluruhan.

“Pemerintah harus menjaga dan melindungi industri minyak sawit dan produk turunannya secara holistik, sehingga tetap memiliki daya saing kuat sebagai primadona pasar minyak nabati dunia”, kata Sabarudin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/4/2025).

Dikatakannya, keberadaan BK dan PE akan semakin memperberat kondisi ekonomi perkebunan kelapa sawit petani, karena kian mendapat distorsi berat akibat terdampak pajak impor 32 persen yang diterapkan AS.

Dampak langsung akan dirasakan petani kelapa sawit di Indonesia, karena hasil panen berupa Tandan Buah Segar (TBS) sawit akan pula terdampak harga jualnya. Sebab berdasarkan hukum ekonomi pasar, setiap beban baru yang dikenakan, akan terus terdistribusi hingga mata rantai yang paling lemah.

“Posisi paling lemah sepanjang mata rantai produksi minyak sawit secara umum berada di pihak petani kelapa sawit,” katanya.

Sektor pendukung

Penurunan BK dan PE menjadi nol persen, menurut Sabarudin, dibutuhkan secepat mungkin, di sisi lain pemerintah juga perlu mengawasi perdagangan berbagai sektor barang dan jasa lainnya, sebagai pendukung perkebunan kelapa sawit, seperti pupuk dan sarana prasarana tidak naik harga jualnya.

“Melalui antisipasi sedini mungkin ini,kami berharap kondusifitas perkebunan kelapa sawit akan tetap terjaga keberlangsungannya. Kondisi ini sangat penting bagi petani kelapa sawit, supaya kinerja perkebunan kelapa sawit bisa terus meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat membantu negara menghasilkan devisa dari penjualan CPO dan produk turunannya,” katanya. (JB/03/Wid)