Jakarta, JaringBisnis. Goethe-Institut Indonesien menghadirkan Kerstin Behnke, perempuan pengaba paduan suara terkemuka dari Jerman dalam konser yang bekerja sama dengan komunitas paduan suara independen di Jakarta, Kancatala Ensemble, di GoetheHaus Jakarta, Kamis (31/7/2025). Pertunjukan ini menampilkan dan sekaligus mengajak partisipasi audiens bernyanyi bersama sejumlah aransemen karya komposer-komposer ternama.
Kerstin Behnke adalah profesor kepemimpinan paduan suara dan ansambel pada Universitas Musik FRANZ LISZT Weimar. Ia juga merupakan direktur artistik via-nova-chor München, di mana ia bersama paduan suara ini berhasil meraih satu dari kedua hadiah pertama pada Lomba Paduan Suara Jerman 2018 dalam kategori paduan suara campuran dan dianugerahi Penghargaan Musik Negara Bagian Bayern.
“Di bawah arahan Kerstin Behnke, program ini mendapatkan relevansi baru di tengah skena paduan suara yang dinamis dan berkembang di Indonesia. Kehadirannya bukan saja menawarkan peningkatan dari segi teknis, tetapi juga pendekatan baru mengenai makna berpartisipasi dalam kegiatan menyanyi bersama,“ ujar Kepala Regional Program Budaya di Goethe-Institut Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Dr. Ingo Schöningh.
Sebanyak sepuluh lagu dibawakan, di antaranya “Earth“ karya Katerina Gimon, “Schöne Fremde“ karya Fanny Hensel, “I praised the tender Flower“ karya Gerald Finzi, dan “Adieu, sweet Amaryllis“ karya John Wilbye.
Dalam konser ini, Kerstin Behnke dan Kancatala Ensemble pun mengundang audiens bernyayi bersama dua lagu, yakni “Bungong Jeumpa“ dan “Die Vogelhochzeit”.
“Mengajak penonton bernyanyi bersama mungkin terasa tak terduga, tetapi hal ini berakar pada tradisi musik dan manusia: bernyanyi bersama memperkuat pengalaman konser serta mengubah pendengar menjadi peserta dan menciptakan rasa kebersamaan. Panggilan dari suara utama dan respons dari kelompok di sekitarnya adalah salah satu bentuk pertukaran musik tertua dan hingga kini masih beresonansi dalam diri kita. Ini adalah undangan lembut untuk terlibat dengan suara dan tubuh, menjadi bagian dari alunan yang menghubungkan kita semua, dan sekadar menikmati kebahagiaan bermusik bersama,” papar Kerstin Behnke.
Deretan lagu yang dibawakan memberi kesempatan kepada audiens mendengarkan bunga yang bermekaran, menelusuri jejak bisu seekor harimau, dan mengikuti gemercik air yang dihadirkan secara figuratif dalam pertunjukan.
Program ini bukan saja akan menyoroti peningkatan kemampuan musikal dan cara tampil musisi lokal, tapi juga memperlihatkan dampak transformatifnya yang lebih luas, yang dimungkinkan oleh dialog musikal lintas budaya.
Titik awal
Koordinator Program Goethe-Institut Indonesien Elizabeth Soegiharto menambahkan, konser ini diharapkan dapat menjadi titik awal bagi kembalinya program paduan suara ke panggung pertunjukan Goethe-Institut Indonesien, serta mendorong inisiatif berkelanjutan yang dapat mendukung pengaba, musisi, dan komunitas paduan suara di Indonesia dalam memperkuat dialog budaya melalui musik.
“Sebagai bagian dari upaya keberlanjutan program ini, kami berencana mengadakan panggilan terbuka serta menyelenggarakan pelatihan bagi pengaba paduan suara pada tahun mendatang,” tandasnya.
Seperti diketahui, Kerstin Behnke adalah profesor kepemimpinan paduan suara dan ansambel pada Universitas Musik FRANZ LISZT Weimar. Sebelum diangkat sebagai profesor, ia mengajar kepemimpinan paduan suara pada Universitas Musik Lübeck selama empat tahun.
Ia belajar kepemimpinan paduan suara pada Universitas Seni di Berlin di bawah Prof. Mathias Husmann dan sebelumnya belajar musik sekolah di konservatorium di kota asalnya, Hamburg.
Kerstin Behnke adalah direktur artistik via-nova-chor München, dan bersama paduan suara ini ia berhasil meraih satu dari kedua hadiah pertama pada Lomba Paduan Suara Jerman 2018 dalam kategori paduan suara campuran. Ia pernah menjadi pengaba tamu antara lain di Japan Philharmonic Orchestra, Konzerthaus Orchester Berlin, Staatsphilharmonie Cottbus, paduan suara dan orkestra pada Almaty Philharmonic, Philharmonia Pomorska, dan Nordwestdeutsche Philharmonie. Ia menjadi pengaba Berliner Cappella selama 15 tahun dan secara rutin tampil di aula-aula konser utama di Berlin.
Sementara Kancatala Ensemble adalah komunitas paduan suara independen di Jakarta yang berdiri pada 9 Maret 2019, yang juga bertepatan pada Hari Musik Nasional. Nama “Kancatala” berasal dari “kanca” yang berarti kawan dan “tala” yang berarti nada.
Komunitas ini menjembatani penyanyi paduan suara berpengalaman dengan khalayak. Terdiri dari penyanyi-penyanyi yang mengambil peran sebagai edukator, Kancatala Ensemble mengajak masyarakat merasakan kebahagiaan bernyanyi bersama lewat program interaktif, seperti program Paduan Suara Kawan Nada yang mengajak publik umum untuk tampil dalam paduan suara tanpa audisi—diinisiasi pada konser Serangkai Harum Harmoni tahun 2024 serta kegiatan nyanyi interaktif terbuka yang diadakan di Jakarta Future Festival tahun 2025, serta #NyanyiBarengLebihSeru di Lapangan Banteng tahun 2022. (JB/03/Jie/Wid)