Depok, JaringBisnis. Makara Art Center Universitas Indonesia dan Minangkabau Diaspora Network Global menyelenggarakan bincang-bincang budaya “Pencak Silat Sebagai Ekspresi Budaya Minangkabau.”
Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu (23/11) pukul 09.00-12.00 WIB di Lobby Makara Art Center. Bincang-bincang ini dihadiri oleh sivitas akademika UI, mahasiswa, tokoh masyarakat, seniman Minangkabau.
Kepala Makara Art Center UI Dr. Ngatawi Al-Zastrouw S.Ag., M.Si, dalam sambutannya mengatakan kebudayaan adalah pembeda kita dengan makhluk yang lain dan fotografi merupakan salah satu cara untuk mengabadikan momen, warisan dan kebudayaan di masa lampau.
“Dalam kebudayaan ada nilai, pengetahuan dan keindahan. Era sekarang pengabadian jaman sekarang ada pada naskah, dokumen dan foto. Foto salah satu prasasti yang mengabadikan momen yang terjadi di masa lampau,” ujarnya.
Adapun pembicara dalam bincang-bincang budaya ini di antaranya, Edy Utama (Seniman asal Minangkabau), Dr. Luh Gede Saraswati Putri, S.S., M.Hum (Dosen FIB UI). Prof. Dr. Amri Marzali (Guru Besar Antropologi Sosiokultural UI), Don Hasman (Etnofotografer Indonesia), dan moderator Gunawan Wicaksono (Redaktur Foto Majalah Tempo).
Edy Utama menyampaikan bahwa silat merupakan bagian dari promosi kohesi sosial (persatuan sosial). Ia mengabadikan pertunjukan silat di Minangkabau berawal dari keresahan di masa sekarang perkembangan kebudayaan bersandar pada lomba.
“Bagaimana kebudayaan kita akan berkembang, jika motifnya mengalahkan orang lain,” ujarnya
Edy Utama juga menambahkan silat bukan hanya mengajarkan sopan santun, juga mengajarkan kepekaan indra dan kebersamaan.
Prof. Dr. Amri Marzali mengatakan silat itu muncul menjadi sesuatu yang penting sebagai pertahanan badan karena harus merantau. Di Minang Kabau silat terus berkembang tergantung nagarinya dan memiliki nilainya tersendiri.
“Silat itu sebagai arsip hidup yang dihayati menyimpan nilai dan identitas dengan alam. Silat bukan tentang agresi atau kekerasan tapi kerja sama” ujar Dr. Luh Gede Saraswati Putri, S.S., M.Hum
Saraswati juga menambahkan silat Minangkabau membentuk wawasan dan pengetahuan oleh perempuan untuk membuat karya baru, khususnya dalam bentuk koreografi tari yang menjadi inspirasi dari Huriah Adam dan Uni Hartati.
Ada dua karya Gusmiati Suid yakni Api dalam Sekam dan Kabar Burung yang menggambarkan silat sebagai bentuk kritik pada masa orde baru.
Don Hasman mengatakan Etnofotografi itu alamiah tanpa arahan dan tanpa diatur agar tidak mengubah makna. Etnofotografi itu mempelajari sendi-sendi kehidupan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat secara detail.
Dari Bincang-bincang budaya “Pencak Silat Sebagai Ekspresi Budaya Minangkabau” ini dapat disimpulkan bahwa silat Minangkabau bukan hanya sekadar seni bela diri, namun silat juga menjadi inspirasi, media kritik, dan kepekaan terhadap alam.
Selain itu, Etnofotografi menjadi media untuk mengabadikan setiap momen yang terjadi di masa sebelumnya dan menjadikannya abadi. Silat adalah sebuah jalan hidup yang dilakukan tanpa pamrih sebagai refleksi dan tradisi luhur Minangkabau. (JB/01/Ole).