PEMBENTUKAN PANSUS HAJI DPR JADI OPSI LANJUTAN

Ilustrasi. (meta ai)

“Timwas Haji sudah menyampaikan executive summary-nya, berikut catatan tambahan dari setiap tahapan pelaksanaan. Kita perlu telusuri penyebab berbagai persoalan haji yang terjadi, apakah cukup melalui perbaikan teknis, regulasi, atau memang butuh pendalaman lebih jauh,” ujar Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal usai rapat internal evaluasi Timwas Haji di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Cucun menambahkan, sesuai mekanisme di DPR RI, laporan Timwas Haji akan terlebih dahulu dibawa ke Rapat Pimpinan sebelum dipresentasikan secara resmi dalam Rapat Paripurna DPR RI. Dari situ, laporan tersebut akan ditetapkan sebagai dokumen negara.

“Kalau memang kesimpulan dari rapat nanti menyatakan perlu dilanjutkan lewat mekanisme Pansus, maka kita akan bentuk Pansus Haji. Seperti sebelumnya pernah lewat Panja Komisi VIII, sekarang kita terbuka terhadap opsi pembentukan Pansus,” jelas Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut seperti dikutip dpr.go.id.

“Evaluasi ini akan menjadi dasar penting. Apalagi tahun depan hajinya akan diselenggarakan oleh badan baru. Kita harus pastikan sistemnya kuat dan tak mengulang persoalan klasik,” tegas Cucun.

Cucun juga menyampaikan sejumlah temuan penting yang dirangkum dalam executive summary hasil pengawasan haji 2025. Salah satunya adalah keterlambatan visa yang menyebabkan jemaah tertunda keberangkatannya, seperti yang terjadi di embarkasi Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain itu, keterlambatan pesawat dan ketidaksiapan maskapai dalam menyediakan pesawat cadangan juga menjadi sorotan Timwas.

“Setiap tahun masalah yang sama terus berulang. Harusnya, maskapai memiliki pesawat cadangan di tiap embarkasi. Ini bagian dari kontrak yang harus dievaluasi,” jelasnya.

Libatkan pengawas eksternal

Lebih jauh, Cucun mendorong agar pengawasan penyelenggaraan ibadah haji ke depannya tidak hanya dilakukan oleh DPR tetapi juga melibatkan lembaga pengawas eksternal dan aparat penegak hukum sejak awal tahapan perencanaan.

“Selama ini yang tidak ada itu adalah pengawasan melekat dari sejak awal. Seharusnya, ketika kontrak mulai disusun oleh Kementerian Agama, lembaga lain seperti BPKP, KPK, Kejaksaan, bahkan Bareskrim bisa ikut dilibatkan sebagai upaya preventif,” ujar Cucun.

Menurutnya, pelibatan aparat pengawas eksternal penting untuk mencegah potensi moral hazard dan memastikan bahwa setiap tahapan pengadaan barang dan jasa untuk jemaah haji benar-benar ditujukan untuk kepentingan pelayanan, bukan kepentingan pihak-pihak tertentu.

“Kita setuju jika pengawasan dilakukan dari awal. Jangan menunggu ada pelanggaran dulu baru bergerak. Pencegahan jauh lebih penting, apalagi ini menyangkut pelayanan ibadah bagi jutaan umat,” ujarnya. (JB/03/Wid)