Jakarta, JaringBisnis. Bagi pegiat olahraga sepeda, nama Untung Prastyo sangat akrab didengar. Gelegar suaranya yang dahsyat, yang membangun semangat para pebalap, yang menyemarakkan suasana, yang menjadi penghibur bagi pebalap yang belum beruntung, menjadi salah satu kartu as penentu keberhasilan sebuah event sepeda.
Ditemui di Jakarta, Minggu pagi (12/4/2024), rupanya Untung baru saja menyelesaikan tugas ngemsi-nya di Solo. “Saya naik bus ke Jakarta. Soalnya kalau naik kereta lampu kabin menyala dan saya tidak bisa tidur jika ada cahaya. Kalau bus kan saat malam lampu kabin dimatikan. Lumayan, saya bisa tidur di jalan,” katanya sumringah. Ya, sampai di Jakarta dinihari, Untung hanya sempat mandi di hotel dan bergegas menuju lokasi acara Pushbike Race, Pekan Gembira Ria – Kamayoran, Jakarta.
Perjalanan Untung menjadi master of ceremony atau MC merupakan perjalanan panjang, setidaknya terhitung 20-an tahun. “Saya ingat betul, dulu circle saya anak-anak sepeda BMX yang belum dibina oleh PB ISSI. Saat ada lomba, khususnya 17 Agustus-an, saya diminta jadi petugas bagian start, bagian finish, dan kemudian dipercaya menjadi MC,” katanya mengenang.
Geliat sepeda BMX yang menjadi gaya hidup anak-anak ‘badung’ pada tahun 2000-an awal, berimbas pula di Jepara, kota kecil tempat Untung tinggal. Tahun 2005, sebuah event bernama BMX Open Piala Bupati, di track Mbakalan Mewah, Sukodono, menjadi jejak rekam karier profesional Untung yang pertama sebagai MC kondang. Suaranya yang khas, berat, lantang, membuat event sepeda BMX yang tadinya biasa-biasa saja menjadi terkesan mewah. Tren BMX membuat nama Untung semakin moncer di berbagai event.
Sayang, bulan madu event sepeda meredup di tahun 2009. Vakum beberapa tahun, akhirnya sebuah kesempatan tak diduga hadir pada tahun 2011. “Ada event di GOR Satria Purwokerto, saya -berlima dengan teman-teman berangkat. Saya sendiri hanya supporter, pendukung teman-teman yang berlomba. Kami berangkat naik motor dan hujan-hujanan,” kenang Untung.
Ternyata, di event tersebut tidak ada MC-nya. Untung didaulat menjadi MC dadakan yang bekerja selama satu hari. “Saya bilang ke teman-teman, nanti honornya untuk kita jajan ramai-ramai. Tapi gagal total makan enak, karena honornya Rp 50 ribu,” kata Untung tertawa. Alhasil, tim Jepara muda makan seadanya, mensyukuri satu suapan demi satu suapan, di cuaca yang basah karena hujan.
Dan sejak saat itu, job ngemsi mulai banyak. “Cuma, honornya lebih sering tidak menutupi -bahkan untuk sekadar ongkos,” katanya. Ia juga selalu berdiskusi dengan sang pasangan setiap akan ngemsi, karena bagi Untung ada hal lain selain materi saat ia menjadi MC,”Ini jalan hidup.”
Pada suatu masa, Untung dipercaya menjadi MC untuk seri lomba Wim Cycle. Saat itu, pabrikan Wim Cycle boleh dibilang menjadi pemain utama pada genre BMX. Pria kelahiran 30 Maret 1977 ini mulai menjelajah kota-kota di Pulau Jawa meski penghasilannya sebagai MC -ketika itu- juga belum terlalu besar. Tapi ia konsisten dengan langkahnya. Memilih tidak mengeluh, melainkan memilih untuk terus belajar. Untung pantang menangisi kesulitannya. Ia seorang fighter kehidupan.
Pagi hingga petang itu, Untung mengawal acara pushbike race di tengah panas Jakarta yang membakar. Energinya luar biasa, selalu lantang, selalu jernih membaca situasi di lapangan. Jelas ia menikmati perannya, menikmati profesinya. Sesuatu yang ia rintis berpuluh tahun. Panas matari, mungkin tiada artinya dibanding pengorbanannya untuk menjadi sosok yang sekarang ini.
Kini, jika ada Untung Prastyo sebagai MC, maka ada jaminan lomba berjalan meriah. Suaranya yang khas, berat, lantang, membuat event sepeda apapun genre-nya menjadi mewah. Meski kini jadwalnya sangat padat, tak ada weekend tanpa ngemsi, pun butuh waktu dua tiga bulan bagi panitia event organizer untuk mem-booking-nya, ia tetaplah Untung yang dulu…
Yang selalu belajar dan memperbaiki diri.
Yang selalu rendah hati.
Yang selalu tepat waktu.
Yang konsisten dengan pilihan hidupnya: Menjadi master of ceremony. (JB/02/GlG)