Jakarta, JaringBisnis. Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, memecat dosen Fakultas Farmasi yang dinilai terbukti melakukan kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual di UGM ini mencoreng dunia pendidikan di Indonesia.
Dikutip dari laman UGM, Minggu (6/4/2025), keputusan pemecatan tersebut tertuang dalam Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.
Dugaan tindakan kekerasan seksual terjadi sejak 2023 hingga 2024. Pihak UGM mengetahui kasus tersebut setelah muncul laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.
“Berdasarkan laporan tersebut, pimpinan Fakultas Farmasi langsung berkoordinasi dan melaporkan kasus tersebut kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM. Satgas PPKS UGM segera melakukan tindakan cepat dengan melakukan pendampingan terhadap korban dan selanjutnya melakukan proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi serta terhadap Terlapor sesuai dengan peraturan dan SOP yang berlaku,” jelas UGM.
Salah satu tindakan cepat awal yang dilakukan UGM menyusul laporan dugaan tindakan kekerasan seksual tersebut adalah membebaskan terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi.
“Jabatan Terlapor selaku Ketua CCRC dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024. Keputusan Dekan Farmasi ini ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas,” ungkap UGM.
Satgas PPKS UGM langsung menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi dengan pembentukan Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 750/U N1.P/KPT/HUKOR/2024 dengan perubahan masa kerja Komite Pemeriksa dari 1 Agustus 2024 sampai 31 Oktober 2024.
Komite Pemeriksa kemudian melakukan pemeriksaan mulai dari meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, melakukan pemeriksaan pada Terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung, hingga tahap pemberian rekomendasi.
Berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023. Terlapor juga terbukti telah melanggar kode etik dosen.
Komitmen perangi kekerasan seksual
UGM menegaskan, melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada korban sesuai dengan kebutuhan para korban.
UGM juga menyatakan tetap dan akan terus berkomitmen untuk menjadi kampus yang bebas dari berbagai bentuk kekerasan seksual.
“Berbagai kebijakan yang disusun, diterapkan, dan dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip bahwa kampus idealnya adalah ruang yang kondusif dan aman dari berbagai praktik kekerasan. Karena itu, sejak 2016, UGM telah menyusun kebijakan pencegahan dan penanganan pelecehan seksual,” jelas UGM.
Komitmen ini dipertegas melalui peluncuran program Health Promoting University (HPU) pada 2019 dengan dibentuknya tim Kelompok Kerja (Pokja) Zero Tolerance Kekerasan, Perundungan, dan Pelecehan.
Dengan terbitnya Permendikbudristek No.30 Tahun 2021, UGM menyesuaikan kebijakan internal dengan aturan tersebut, antara lain dengan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) pada 3 September 2022.
Beragam upaya sosialisasi atas berbagai aturan dan SOP terkait penanganan dan pencegahan kekerasan seksual terus dilakukan demi terwujudnya kampus UGM sebagai ruang yang aman dari berbagai tindak kekerasan seksual. (JB/03/Wid)