Jakarta, JaringBisnis. Kuliah umum di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bertema ‘Nilai-Nilai Budaya dan Tata Kelola Pemerintahan’ oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Selasa (27/5/2025) berlangsung tidak seperti biasa.
Sebelum Dedi Mulyadi menyampaikan kuliah umum, kelompok musik etnik Swara SeadaNya dari Komoenitas Makara menampilkan musikalisasi puisi. Kelompok musik yang digawangi Asep Rachman Muchlas (Suling dan Kecapi), Theresa Rida (Celempung,), Abrar Husin (Suling) Gunawan Wicaksono (Vokal, Puisi), dan Indonesiana Ayuningtyas (Tari Tradisional) ini membawakan musikalisasi puisi dari karya Ayi Suminar.
Musikalisasi puisi yang memadukan bunyi-bunyian khas Tanah Sunda seperti dari suling, celempung, dan kecapi ini dipadukan dengan puisi dan koreografi tari tradisional ini menghadirkan nuansa magis.
Puisi yang dimusikalisasikan berjudul ‘Ibu Bumi Memanggil’ karya Ayi Suminar ini menghadirkan diksi-diksi khas dan ilustrasi cerita tentang cinta tanah air dan juga cinta kepada leluhur bangsa ini.
“Puisi ini saya ciptakan secara spontan sebagai seruan atau panggilan terhadap kita semua untuk kembali pulang ke diri kita yang sesungguhnya, ke jati diri yang sudah diajarkan oleh para leluhur kita. Peradaban boleh berganti tapi nilai-nilai dan ajaran leluhur tetap harus dijaga,” ujar Ayi Suminar yang juga manajer Swara SeadaNya.
Di sisi lain, Dedi Mulyadi menyebut penampilan Swara SeadaNya membuat dirinya terharu. “Sebenarnya kuliah budaya saya sudah tadi, sama puisi itu, saya nangis dengar itu,” ujar Kang Dedi mengawali kuliah umumnya.
Penjaga tradisi
Komoenitas Makara, tempat Swara SeadaNya bernaung, merupakan sebuah komunitas yang berkolaborasi dengan Makara Art Center Universitas Indonesia dengan pembina Ngatawi Al Zastrouw dan diketuai oleh Fitra Manan. Komunitas ini berkegiatan dengan mengedepankan pemajuan terhadap seni dan budaya Nusantara.
“Penampilan Swara SeadaNya yang merupakan bagian dari Komoenitas Makara sebagai pembuka kuliah umum Gubernur Jawa Barat bukan hanya sekadar hiburan, melainkan sebuah jembatan yang menghubungkan kita dengan kekayaan warisan leluhur. Mereka adalah penjaga tradisi, pengantar kearifan lokal, dan pengingat bahwa di tengah arus modernisasi, identitas budaya kita adalah harta yang tak ternilai,” ungkap Fitra Manan.
“Melihat bagaimana kelompok ini tampil, kita diingatkan bahwa budaya adalah denyut nadi suatu bangsa. Mereka membawa bukan hanya irama dan melodi, tetapi juga semangat kebersamaan, cerita masa lalu, dan harapan untuk masa depan. Ini adalah permulaan yang sempurna untuk sebuah diskusi yang mencerahkan, yang diawali dengan inspirasi dari warisan kita sendiri,” tambah Fitra Manan. (JB/03/Wid)