SURVEI: ADOPSI AI TIDAK PENGARUHI LOYALITAS PELANGGAN

Jakarta, JaringBisnis. Meski terjadi peningkatan kinerja bisnis yang dihasilkan dari adopsi AI, konsumen masih merasa brand (perusahaan) tidak cukup memahami kebutuhan dan ekspektasi mereka.

Sebagian konsumen di seluruh dunia, termasuk 87% konsumen Indonesia, mengaku akan mengurungkan niat belanja jika pengalaman yang dihadirkan brand tak sesuai dengan kebutuhan atau keinginan mereka.

Hal tersebut terungkap dalam laporan Twilio, platform interaksi dengan pelanggan yang membantu perusahaan-perusahaan terkemuka membangun hubungan langsung dan terpersonalisasi dengan pelanggan. Twilio merilis edisi keenam dari laporan tahunan State of Customer Engagement Report atau SOCER 2025, yang disusun berdasarkan survei global terhadap lebih dari 7.600 konsumen dan lebih dari 600 pimpinan bisnis di 18 negara termasuk Indonesia.

Twilio menyurvei 7.640 konsumen global dan 637 pemimpin bisnis dalam rentang waktu 3 Januari sampai 17 Februari 2025. Responden mewakili 18 negara, berasal dari Gen Z hingga baby boomer, serta mencakup pemimpin bisnis yang berperan mengawasi implementasi CX, teknologi pemasaran, dan strategi data pelanggan.

“Merujuk pada temuan dalam SOCER 2025, bisnis dan brand di Indonesia termasuk yang paling bersemangat di kawasan Asia Tenggara dalam adopsi AI untuk mengelola interaksi dengan pelanggan,” ungkap Irfan Ismail, Regional Vice President, South ASIA & APAC, ISV Sales Twilio.

AI untuk berbagai keperluan

Dikatakan, brand menggunakan AI untuk berbagai keperluan, mulai dari menganalisis data pelanggan guna memahami kebutuhan dan hal-hal yang menjadi kendala (100% bisnis melakukan ini), menanggapi pertanyaan atau keluhan pelanggan dengan menggunakan chatbot (94%), mengelola risiko keamanan dan mencegah penipuan (100%), hingga mencatat riwayat interaksi dan perjalanan pelanggan (94%) untuk keperluan memberikan rekomendasi produk atau jasa sesuai kebutuhan pelanggan (94%).

Lebih lanjut, ketika nyaris semua (94%) bisnis dan brand di Indonesia yang disurvei merasa telah melakukan personalisasi interaksi dengan baik atau bahkan sangat baik, kenyataannya hanya 72% konsumen yang berpendapat sama. Sisanya mengatakan brand seharusnya dapat berbuat lebih baik untuk memahami kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi pelanggan.

Selain itu, hanya 10% konsumen Indonesia yang setuju bahwa semua atau hampir semua interaksi mereka dengan brand melibatkan personalisasi, sementara sebagian besar (39%) mengatakan kadang-kadang saja hal ini terjadi.

Personalisasi dengan menggunakan AI meningkatkan pendapatan, tapi tidak otomatis meningkatkan kepercayaan pelanggan.

Di Indonesia, saat ini 90% brand menggunakan AI untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang sesuai dengan kebutuhan, mulai dari konten dan rekomendasi yang dipersonalisasi, hingga dukungan real-time dan penawaran yang dinamis.

Sebanyak 74% brand mengaku dengan strategi ini mereka berhasil menyesuaikan penawaran dengan kebutuhan atau preferensi konsumen, dan 90% brand mencatat peningkatan belanja pelanggan berkat penggunaan AI.

Di sisi lain, 55% konsumen menyatakan tidak yakin brand menggunakan data pelanggan untuk kepentingan konsumen, sementara 39% mengaku telah bosan dengan AI.

Personalisasi yang diterapkan dengan benar juga membantu membangun loyalitas pelanggan. Hampir setengah dari konsumen global mengatakan bahwa mereka akan membeli kembali dari brand yang mempersonalisasikan interaksi (45%) dan merekomendasikan brand tersebut kepada teman dan keluarga (43%). Perilaku ini terutama menonjol di Filipina, India, Indonesia, dan Meksiko.

Di keempat pasar ini, lebih dari 50% konsumen menunjukkan perilaku loyalitas, dengan persentase terbesar mencapai 65% di Filipina dan 59% di India. Lebih lanjut, 93% konsumen Indonesia menyatakan lebih mungkin membeli ketika brand menawarkan interaksi yang personal secara real-time. Sayangnya, hanya 44% brand yang mengklaim mampu melakukannya.

Di sisi lain, lebih dari separuh (hampir 59%) konsumen di Indonesia mengaku segera mencari alternatif produk atau layanan serupa jika mendapati pengalaman pelanggan yang tidak memuaskan, sementara lebih dari 40% memutuskan membeli produk/layanan serupa dari brand lain.

Hargai interaksi

Berbagai temuan ini menunjukkan bahwa meskipun penerimaan AI terus meningkat di seluruh dunia dan di Indonesia, konsumen masih menghargai keterlibatan dan kontrol manusia dalam interaksi mereka dengan brand. Sebagian besar (88%) konsumen Indonesia mengatakan interaksi yang didukung AI harus terasa seperti interaksi dengan manusia.

Konsumen juga belum siap untuk sepenuhnya mengandalkan AI, karena 67% masih lebih memilih untuk berbicara dengan agen manusia jika AI gagal menyelesaikan suatu masalah secara efektif.

Transparansi merupakan faktor penting berikutnya. Twilio menemukan bahwa 64% konsumen di Indonesia ingin brand memberitahu mereka bahwa mereka sedang berkomunikasi dengan AI (alih-alih dengan agen manusia). Selain itu, 86% konsumen lebih suka memilih sendiri dengan cara apa mereka ingin berkomunikasi dengan brand, meskipun ada AI yang dapat mengasumsikan preferensi konsumen.

“Hal ini mencerminkan keinginan yang kuat dari konsumen untuk mempertahankan kendali atas interaksi mereka dengan brand di era AI, sekaligus isyarat jelas bagi brand untuk menerapkan strategi dan langkah-langkah pengamanan yang tepat guna membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan dalam pengalaman yang didorong oleh AI. Hanya brand yang mampu berinvestasi pada alat tepat untuk memberikan personalisasi dalam skala besar sambil menjaga transparansi dan mengutamakan pelanggan yang dapat tampil sebagai pemenang dalam persaingan bisnis,” jelas Irfan Ismail. (JB/03/Wid)