PROGRAM MBG BERMASALAH, LEGISLATOR UNGKAP SOLUSINYA

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat dan dari Dapil Jatim 1 (Surabaya dan Sidoarjo) Lucy Kurniasari. (Foto: Dok JaringBisnis)

Jakarta, JaringBisnis. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimbulkan sejumlah masalah perlu segera dicarikan solusinya. Hal ini diutarakan Lucy Kurniasari, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat dan Dapil Jatim 1 (Surabaya dan Sidoarjo) ini.

“Pertama, sudah ribuan siswa dilaporkan mengalami keracunan makanan setelah mengkonsumsi paket MBG di berbagai daerah,” ungkap Lucy kepada JaringBisnis, Jumat (19/9/2025).

Menurut Lucy, dugaan keracunan tersebut dipicu masalah kebersihan dan higienitas makanan yang buruk, serta kualitas makanan yang tidak layak konsumsi.

“Dua, masih ditemukan gizi menu yang disediakan tidak sesuai standar, dengan kandungan protein dan vitamin yang rendah. Tiga, menu MBG tidak selalu mengutamakan bahan segar dan justru menggunakan pangan ultra-proses yang tinggi gula, lemak, dan garam, yang dapat memicu obesitas dan penyakit tidak menular lainnya,” jelasnya.

“Empat, kualitas makanan diragukan, termasuk kurangnya keragaman menu. Lima, penggunaan wadah makanan yang berbeda-beda standar, dari wadah stainless steel hingga plastik tipis yang mengandung bahan kimia berbahaya, menunjukkan tidak adanya standarisasi layanan. Enam, proses rekrutmen Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dianggap tidak transparan, dengan masalah seperti hilangnya nama peserta setelah lulus. Tujuh, proses pengadaan dapur MBG belum sepenuhnya transparan. Akibatnya, banyak peserta yang mengajukan pengadaan dapur MBG kecewa,” sebutnya.

Standar yang sama

Selain itu, menurut Ketua DPC Partai Demokrat Surabaya ini, masih belum transparannya pengadaan dapur MBG dihawatirkan pintu masuk terjadinya kolusi, korupsi, dan nepotisme. Hal ini tentu perlu segera diatasi agar potensi tersebut tidak terjadi.

“Jadi, pelaksanaan program MBG masih perlu pembenahan. Salah satunya, manajemen dapur MBG sebaiknya distandarkan, termasuk gizi, keragaman menu, dan kebersihannya. Dengan begitu, semua dapur MBG di-manage dengan cara yang sama, sehingga keluaran menunya juga memenuhi standar gizi dan kebersihan yang sama,” tandasnya.

Selain itu, manajemen distribusi juga sebaiknya distandarkan agar pengiriman MBG sampai tepat waktu dengan standar kebersihan yang sama. Sementara terkait rekrutmen Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dan pengadaan dapur MBG haruslah transparan. Hal itu diperlukan untuk mencegah terjadinya kolusi, korupsi, dan nepotisme.

“Terakhir, pengadaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) haruslah transparan dan berkeadilan. Dengan begitu peluang terjadinya koluai, korupsi, dan nepotisme dapat ditiadakan. Hal ini diperlukan agar program prioritas Presiden Prabowo Subianto dapat terwujud secara efisien dan efektif serta bermanfaat bagi anak bangsa,” tegas Lucy. (JB/03/Jie/Wid)