Jakarta, JaringBisnis. Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah antara Iran dan Israel, telah memicu konflik, termasuk serangan rudal dan serangan udara. Ketidakstabilan geopolitik ini menimbulkan risiko terhadap pasar di Indonesia, yang diperburuk oleh potensi dampak kenaikan harga minyak hingga US$100 per barel, arus keluar modal, dan depresiasi Rupiah. Hal ini menjadi bahasan pada webinar bertajuk ‘Dampak Perang Iran – Israel Terhadap Pasar di Indonesia’ yang digelar oleh Sinarmas Sekuritas (SimInvest).
Menurut Head Of Fixed Income Research PT Sinarmas Sekuritas (SimInvest) Aryo Perbongso, Pemerintah dan Bank Indonesia menghadapi dilema dalam memilih antara kebijakan Pro-Pertumbuhan dan menstabilkan biaya fiskal untuk mengelola nilai Rupiah. “Mempertahankan BI rate di tengah tantangan-tantangan ini dapat memberikan sinyal dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi namun dapat menyebabkan peningkatan biaya fiskal. Koordinasi komprehensif antara BI dan pemerintah sangat penting untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah dan menerapkan kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan yang bersifat preemptive.”
“Penilaian kami, dengan melihat nilai tukar saat ini, kemungkinan besar BI rate masih dapat dipertahankan pada April 2024, mengingat siklus pembayaran dividen yang masih berjalan. Oleh karena itu, terdapat kekhawatiran bahwa kenaikan BI rate pada saat ini mungkin tidak akan memberikan efektivitas yang signifikan. Skenario yang memungkinkan bagi BI dan pemerintah untuk menstabilkan nilai Rupiah adalah dengan mempertahankan BI rate dan meningkatkan imbal hasil Surat Utang Negara (SBN). Dengan dipertahankannya BI rate berarti mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan menaikkan suku bunga, meskipun hal ini dapat menyebabkan peningkatan biaya fiskal APBN karena imbal hasil SBN yang lebih tinggi,” pungkas Aryo.
Sementara itu, Isfhan Helmy dari Sinarmas Sekuritas (SimInvest) memprediksi dampak eskalasi konflik timur Tengah TIDAK begitu berpengaruh secara langsung terhadap bursa saham Indonesia. “Menurut kami penurunan IHSG yang terjadi pada pembukaan perdagangan hari pertama pasca libur lebaran semata untuk memfaktorkan penurunan bursa saham AS sepanjang pekan libur lebaran. ”
“Kami melihat ini HANYA menjadi trend bearish sementara bagi IHSG, Dan justru sebaiknya merupakan peluang untuk masuk pada emiten-emiten berfundamental bagus. Kami menjagokan Indofood CBP – ICBP (BUY, TP Rp12,750, 26% potensi kenaikan, Sumber Alfaria – AMRT (BUY, TP Rp3,250, 16% potensi kenaikan), Mayora Indah – MYOR (BUY, TP Rp2,820, 21% potensi kenaikan). Untuk sektor perbankan kami menyukai Bank Mandiri – BMRI (BUY, TP Rp8,150, 22% potensi kenaikan), dan Bank Negara Indonesia (BUY, TP Rp6,475, 22% potensi kenaikan),” pungkas Isfhan.
Sinarmas Sekuritas juga melihat potensi reversal di Telkom Indonesia (TLKM) dikarenakan valuasi sudah menyentuh level 2 st. Deviasi di bawah rata-rata P/E 5-tahun di 11.7x. Sinarmas Sekuritas merekomendasikan BUY untuk TLKM dengan TP IDR4,200 (30% potensi kenaikan). Sinarmas Sekuritas menyarankan investor agar tetap tenang dan memanfaatkan penurunan harga saham saat ini sebagai entry point dengan harga yang terdiskon. (JB/01/Ole)