ORANG BETAWI RAWA BELONG DALAM PELESTARIAN BUDAYA DAN LINGKUNGAN HIDUP

Jakarta, JaringBisnis. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) berkolaborasi dengan beberapa tokoh masyarakat di Rawa Belong, Jakarta Barat, menyelenggarakan diskusi publik Pulihkan Jakarta, yang bertajuk “Orang Betawi Rawa Belong Dalam Pelestarian Budaya Dan Lingkungan Hidup,” di Teras Roesdiah, Rawa Belong, Jalan Kemandoran VI, Jakarta Barat, Sabtu (24/8).

Diskusi publik diikuti oleh beberapa tokoh masyarakat setempat diantaranya, H Supandi, pembina PS Cingkrik S3, H Bachtiar, pemilik Sanggar Si Pitung, Babe Manaf, Guru PS Cingkrik S3, dan Bang Rizal, pegiat seni budaya Betawi.

Dari Walhi hadir, Zenzi Suhadi, Direktur eksekutif Walhi Nasional, kemudian Bang Roni Adi, dari Betawi Kita,Tanah Abang, beserta sahabatnya, Isfandiari Mahbub Djunaidi, yang juga salah satu Waketum PB NU, serta pendekar Ciliwung, Jakarta Timur.

H Supandi berkisah soal sejarah Rawa Belong tempo dulu yang terkenal selain seni beladiri silatnya, juga terkenal sebagai sentral tanaman hias, terutama anggrek.

“Dulu disini banyak petani anggrek, termasuk orang tua saya salah satunya, tapi sekarang sudah tidak ada lagi petani anggrek di Rawa Belong ini, karena ngga ada lagi lahannya,” jelas H Supandi.

“Dulu juga tumbuhan pohon disini bisa sebagai tanda, misalnya ketika ada yang bertanya rumahnya si A dimana ya ? oh, itu yang depannya ada pohon jambu, kalau sekarang ngga begitu lagi jawabannya, rumah si A oh, itu yang banyak kontrakannya,” kata H Supandi, sambil berseloroh dengan logat khas Betawinya.

Itulah salah satu contoh beberapa yang hilang dari Rawa Belong sekarang ini, tapi untuk budaya silat Alhamdulillah masih bisa terjaga sampai sekarang ini, meskipun lahan yang kita pakai untuk berlatih sudah semakin sempit.

“Beda dengan jaman dulu dimana para orang tua kita masih memiliki kebon yang luas, banyak pohon buah yang ditanam dipekarangannya, seperti pohon rambutan, mangga, jambu, bahkan tanaman yang bisa di jadikan obat, misalnya daun saga, daun sirih, daun segugu, yang sekarang ini sudah jarang kita temukan,” terang H Supandi lagi.

Senada dengannya, H Bachtiar pemilik Sanggar Si Pitung mengungkapkan, sekarang ini kita telah banyak kehilangan yang menjadi ciri khas dari pada Rawa Belong, diantaranya petani anggrek dan beberapa pohon besar, seperi duren, bacang, kecapi, yang menjadikan kampung kita adem dan sejuk.

” Semua itu bisa hilang karena tuntutan ekonomi dan zaman, karena sekarang ini lahan kebanyakan sudah dipakai untuk kegiatan bisnis diantaranya bangunan toko, kantor, kost-kostan bahkan kampus,” terang H Bachtiar.

Nah, ini bagaimana kedepannya, mungkin dengan cara mengembalikannya lagi sudah tidak bisa, tapi harapan saya sekarang adalah bagaimana ciri khas yang hilang tadi bisa dihidupkan lagi dalam satu wilayah kecil di Rawa Belong, sehingga generasi yang akan datang, anak dan cucu kita menjadi tahu kalau Rawa Belong itu penduduk aslinya sebagian besar dulu adalah petani anggrek, selain belajar silat pastinya.

Penyerahan Bibit Pohon

Hadirnya Walhi dalam diskusi sore ini memberikan sedikit angin segar, dengan melaksanakan penyerahan bibit pohon sebagai bagian dari upaya melestarikan lingkungan hidup di Jakarta, khususnya di Rawa Belong yang kaya akan sejarah dan keanekaragaman hayati.

Melalui gerakan ini Walhi berharap dapat mengembalikan keindahan alam dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar.

Sementara itu, salah satu pegiat seni dan budaya yang tergabung dalam komunitas “Betawi Kita” Tanah Abang, Roni Adi, mengatakan, Rawa Belong bukan hanya sekedar lokasi, tapi juga merupakan bagian penting dari identitas Betawi.

Dirinya berharap, dengan setiap bibit yang ditanam kita tidak hanya merestorasi ekosistem, tapi juga merayakan warisan budaya yang telah ada berabad-abad.

“Mari kita jaga dan lestarikan agar generasi mendatang dapat merasakan keindahan dan makna dari tempat ini,” pungkas Roni.

Direktur Walhi Nasional, Zenzi Suhadi, dalam sambutannya mengatakan, hampir 13 tahun saya di Jakarta, tapi saya tidak tahu siapa pemiliknya, Jakarta ini begitu liar pembangunannya, perilaku manusianya, jadi setiap orang yang datang ke Jakarta dia tidak tahu untuk menundukkan diri kepada adat istiadat siapa.

“Saya tersadar kepada siapa di Jakarta ini kita harus tunduk setelah air yang saya minum dari tanah selama ini, itu airnya siapa? ternyata airnya orang Jakarta yang di sebut sebagai orang Betawi, maka disitulah saya harus tunduk dan hormat terhadap orang Betawi selaku pemilik Jakarta, yang pada sore hari ini kita bertemu di Rawa Belong untuk berdiskusi bareng terkait lingkungan dan budaya,” ujar Zenzi.

Sadar atau tidak sadar kita harus tunduk hormat kepada orang Betawi, selaku pemilik Jakarta, mau sebesar apapun kita bangun gerakan di Jakarta, tapi tidak kita hubungkan dengan masyarakat Betawi, maka gerakan itu tidak akan tumbuh.

Yang menjadi pedoman utama kita kalau mau membangun Jakarta adalah melibatkan masyarakat Betawi.

” Menurut saya kesalahan besar pemerintah Indonesia, dalam 79 tahun membangun Jakarta yang merupakan kiblat Indonesia adalah menyingkirkan masyarakat Betawi, maka dari itu Jakarta menjadi rusak,” pungkas Zenzi.

Sesi akhir pembicara oleh Bang Rizal, pegiat seni budaya Betawi, menurutnya, kampung saya Rawa Belong sudah sangat jauh berubah.
“Hampir dua puluh tahun saya merantau ke Kalimantan, disana saya tugas sebagai PNS, ketika balik ke kampung halaman saya menyaksikan Rawa Belong sudah tidak seperti yang dulu lagi,” ucapnya.

Maka dengan adanya diskusi bersama Walhi disini, saya merasa bersyukur dan sangat berterimakasih sekali kepada semua yang telah hadir disini, semoga ada gerakan dan semangat kebersamaan yang kita bangun untuk memperbaiki lingkungan dan kebudayaan demi generasi yang akan datang. (JB/01/Ole)