MAC UI, KOMOENITAS MAKARA, URBAN SPIRITUAL INDONESIA KUMANDANGKAN KIDUNG NUSANTARA

Majelis Nyala Purnama kembali digelar Makara Art Center Universitas Indonesia, Kamis (12/6/2026) di selasar gedung Makara Art Center. Majelis Nyala Purnama kali ini mengambil tema 'Kidung Nusantara'. (dok makara)

Majelis Nyala Purnama kali ini mengambil tema ‘Kidung Nusantara’. Dalam masyarakat Nusantara, kidung yang berbentuk tembang atau syair yang dinyanyikan sering digunakan dalam konteks upacara adat dan agama.

Kidung biasanya memiliki fungsi untuk memuji Tuhan, melukiskan keagungan-Nya, memohon karunia, dan menyebarkan kebaikan. Adapun pada acara kali ini kidung yang dikumandangkan oleh para seniman yang tampil seluruhnya berbahasa daerah khas Nusantara, seperti Jawa, Sunda, Batak, Bali, Banjar, juga Betawi.

Majelis Nyala Purnama kali ini diisi oleh sejumlah penampil dari seniman, budayawan, juga akademisi, diantaranya Dr. Ngatawi Al-Zastrouw, Prof. Dr. Bagus Takwin, Dr. Turita Indah Setyani, Dr. Ari Prasetiyo, Fitra Manan, SHAE, Dr. Alfian Siagian, Swara SeadaNya, Ki Fakih Trisera, Willy Ana, Tora Kundera, Dr. I Made Suparta.

Mereka mengisi sejumlah sesi pementasan di dalam acara tersebut seperti Ngaji Budaya, Musik, Puisi, Tari, dan Meditasi di bawah Cahaya sinar bulan purnama.

Sejumlah tamu hadir dalam acara ini seperti Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Profesor I Nengah Duija dan Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Jaringan dan Pembudayaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Galuh Ibrahiem.

“Nusantara adalah negeri yang kaya literasi. Ribuan naskah karya para resi, pujangga keraton, dan ulama Nusantara adalah warisan literasi yang layak digali dan dikembangkan. Kidung Nusantara merupakan bagian dari karya literasi yang tidak hanya menjadi sumber pengetahuan tapi juga media healing jasmani dan rohani sekaligus sarana terapi fisik dan mental,” ujar Kepala MAC UI sekaligus Pembina Komoenitas Makara Dr. Ngatawi Al-Zastrouw.

Cerminan filosofi bangsa

Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan menambahkan Kidung Nusantara menjadi cerminan jiwa bangsa yang kaya akan estetika dan filosofi. Dari untaian macapat yang menenangkan jiwa, hingga irama pupuh yang mengalunkan kisah leluhur yang sarat makna sebagai penuntun budi pekerti.

“Ini menjadi wadah ,emperkenalkan kembali kepada khalayak luas adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa kita tidak kehilangan arah di tengah arus modernisasi. Mari kita lantunkan kembali, pelajari kembali, dan cintai kembali warisan adiluhung ini,” kata Fitra Manan.

Sedangkan pendiri Urban Spiritual Indonesia Dr Turita Indah Setyani, yang pada Kidung Nusantara 2 menjadi instruktur meditasi mengatakan acara ini telah mengantarkan penyatuan wiraga, wirama, dan wirasa dalam harmonisasi energi.

Penyatuan energi tersebut, jelasnya, semakin dapat dirasakan dalam penutup acara dengan diam atau meditasi di bawah Nyala Purnama (sinar bulan purnama). Meditasi di bawah sinar bulan purnama, ungkap Turita, dipercaya memiliki kekuatan energi yang dapat memberikan beberapa manfaat untuk kesehatan, baik secara fisik maupun mental.

“Namun penting diingat bahwa manfaat tersebut tergantung pada kondisi fisik dan mental masing-masing individu. Meskipun demikian, secara umum, meditasi memiliki manfaat positif dalam kesadaran penyatuan energi mikrokosmos (diri manusia) dan makrokosmos (alam semesta),” jelasnya. (JB/03/Wid)