KEMENHUT BAHAS OPTIMALISASI PERDAGANGAN KARBON DENGAN VERRA

Beberapa anggota delegasi Indonesia pada COP30 UNFCCC melakukan pertemuan dengan VERRA di sela-sela KTT Perubahan Iklim COP30 di Belem, Brasil membahas optimalisasi perdagangan karbon. (dok kemenhut)

Jakarta, JaringBisnis. Delegasi Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Republik Indonesia pada COP30 UNFCCC melakukan pertemuan dengan VERRA, sebuah organisasi non-profit yang mengembangkan dan mengelola standar untuk proyek-proyek lingkungan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan di sela-sela KTT Perubahan Iklim COP30 di Belem, Brasil. Pertemuan digelar dalam rangka optimalisasi perdagangan karbon. Pertemuan ini merupakan tidak lanjut pertemuan dengan VERRA di Jakarta pada 9 Mei 2025.

Beberapa anggota delegasi Indonesia yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut Laksmi Wijayanti, Penasehat Utama Menteri (PUM) Kehutanan Edo Mahendra dan Silverius Oscar serta Kepala Biro Humas dan Kerja sama Luar Negeri Kemenhut Krisdianto. Sedangkan dari VERRA hadir Chief Executive Officer Mandy Rambharos, Director of Market and Client Relations Cassio Souza, dan Director Forest and Blue Carbon, Program Development and Innovation Katie Goslee.

Dalam pertemuan tersebut, Edo Mahendra menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya pertemuan ini sehingga dapat menyampaikan perkembangan terkini percepatan implementasi Voluntary Carbon Market (VCM). Delegasi Indonesia menyampaikan Perpres Nomor 110 Tahun 2025 telah terbit menggantikan Perpres 98 tahun 2021.

Perpres 110 Tahun 2025 mengatur tentang penyelenggaraan instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional, memiliki posisi strategis dalam menyediakan kredit karbon bernilai ekonomi tinggi.

Saat ini, Kementerian Kehutanan sedang menyiapkan empat regulasi turunan yang meliputi revisi Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023, Permen LHK Nomor 8 tahun 2021, Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021, serta rancangan Permen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.

“Dibandingkan Perpres 98 Tahun 2021 yang tidak mengakomodir Voluntary Carbon Market, Perpres 110 Tahun 2025 secara jelas lebih membuka peluang perdagangan karbon, dengan menempatkan karbon sebagai komoditi utama dan bukan sebagai residu dari pencapaian NDC,” jelas Edo Mahendra.

Pembentukan steering committee

Lebih jauh, Edo Mahendra menyatakan bahwa kelembagaan perdagangan karbon akan diperkuat dengan pembentukan Steering Committee yang akan melibatkan beberapa Kementerian Teknis dan akan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, dengan wakil ketua Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur. Dengan adanya Steering Committee diharapkan berbagai hambatan sektoral Kementerian dapat teratasi dan perdagangan karbon nasional segera terwujud.

“Kita ingin agar sistem perdagangan karbon terbangun secara baik dalam kerangka yang sustain dan kelembagaan yang berkelanjutan, sehingga investor percaya dan berinvestasi dalam perdagangan karbon,” jelas Edo.

Selanjutnya akan dilakukan pertemuan rutin agar kedua pihak mengetahui perkembangan terkini, terutama perkembangan metode yang secara dinamis terus berkembang. Dirjen PHL Kemenhut Laksmi Wijayanti menekankan bahwa segala upaya perlu dikerahkan untuk membentuk sistem perdagangan karbon yang berintegritas tinggi dan memenuhi peraturan yang berlaku.

Di sisi lain, CEO VERRA Mandy Rambharos juga menyampaikan betapa pentingnya Indonesia sebagai mitra potensial dalam perdagangan karbon sukarela. (JB/03/Wid)