INDONESIANA, DARI RATU GRAENI KE KERAJAAN BURUNG

Indonesiana Ayuningtyas. (ist)

Jakarta, JaringBisnis. Kiku merupakan remaja putri remaja putri yang sangat sayang dan peduli pada burung-burung. Kiku adalah figur pemberani. Dirinya sangat terkejut atas cerita burung kenapa mereka harus pergi dari desa setelah bencana menimpa dan para petani mengalami gagal panen karena hama merajalela. Kiku terpaksa harus menempuh jalan panjang dan berbahaya demi mengajak burung-burung kembali ke desa.

Itulah gambaran aksi seorang Kiku, anak perempuan pemberani dalam pentas teater anak Huma Rumil berjudul ‘Kerajaan Burung’ yang diangkat dari naskah karya Saini KM dan disutradarai oleh Permana Manalu. Pertunjukan digelar di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Sabtu (26/7/2025).

Tokoh Kiku diperankan Indonesiana Ayuningtyas, remaja putri berusia 14 tahun. Indonesiana atau biasa dipanggil Nesia bukanlah anak baru di dunia seni pertunjukan.

Meski masih muda jejak karier Nesia sebagai penampil sudah cukup panjang. Hanya saja selama ini Nesia lebih dikenal sebagai penari dengan pengkhususan di bidang tari tradisional.

Dalam dunia teater Nesia boleh dibilang pendatang baru, karena baru dua kali ikut pementasan teater setelah sebelumnya tampil di Kandank Jurank Doank, Tangerang Selatan, milik musisi Dik Doank. Dalam dua pementasan tersebut, Nesia tampil bersama Huma Rumil, pusat seni dan budaya yang didirikan oleh aktris Sha Ine Febriyanti.

Mengenal seni sejak kecil

Nesia adalah siswi kelas 8 di SMP Negeri 2 Depok, yang jauh sebelum mengenal dunia teater sudah lebih dulu menekuni dunia tari tradisional sejak berusia 7 tahun, bahkan sebelumnya lagi sejak usia 2,5 tahun Nesia sudah belajar balet hingga usia 5 tahun di Maureen Ballet.

Nesia mengawali belajar tari tradisional di Diklat Ayodya Pala. Selain itu, Nesia juga ikut di sejumlah sanggar, kegiatan ekstrakurikuler tari tradisional di sekolah, dan juga mengikuti workshop singkat tari bersama sejumlah guru. Total hingga saat ini, Nesia sudah menguasai 54 tarian tradisional dari berbagai daerah di dari Aceh hingga Papua.

Sebelum masuk ke dunia teater, anak tunggal pasangan aktivis seni dan budaya Ayi Suminar dan fotografer Gunawan Wicaksono ini sudah sangat aktif ikut dalam berbagai project seni dan budaya. Seperti menjadi penari, penyanyi, dan pendongeng di ajang Jakarta Fair untuk menghibur anak-anak disabilitas dan berkebutuhan khusus sejak 2022 hingga tahun 2024.

Pada Desember 2024, remaja kelahiran 7 Juni 2011 ini dipercaya menjadi koreografer saat Teater Sastra UI mementaskan drama berjudul “Ayu (Tidak) Sekolah” karya sutradara I Yudhi Soenarto di Auditorium Gedung IX Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Depok.

Nesia juga sempat diminta menjadi asisten pelatih tari oleh Makara Art Center Universitas Indonesia pada 16 Januari 2025, meski saat itu masih berusia 13 tahun dia dipercaya untuk melatih puluhan mahasiswa dari School of Chemical Engineering, University of Queensland, Australia, dalam acara bertajuk “Indonesian’s Art & Culture Workshop” di Universitas Indonesia.

Proyek Swara SeadaNya

Selain di dunia seni, Nesia juga terjun di dunia aktivisme, ketika kantor Majalah Tempo mendapat kiriman teror kepala babi dan bangkai tikus, Nesia bersama 300-an aktivis seni dan budaya tergerak ikut menyuarakan dukungan moral kepada Majalah Tempo lewat ‘happening art’ dengan membawakan tari Ratu Graeni asal Sunda.

“Sebagai orangtua, kami memberi kebebasan kepada Nesia untuk menyalurkan hobinya, baik itu balet, tari tradisional, mendongeng, hingga teater. Kami cukup memantau dia berproses dengan baik di bidang yang dia sukai, kalaupun kualitas Nesia dianggap baik dan banyak prestasi yang dihasilkan dari itu kami menganggapnya itu sebagai bonus dari kerja kerasnya selama ini,” ujar Ayi Suminar.

Setelah merampungkan project teater “Kerajaan Burung” bersama Huma Rumil, Nesia mengaku ingin fokus membesarkan project teranyarnya bersama kelompok musik etnik Swara SeadaNya yang dia dirikan bersama seniman-seniman dari Komoenitas Makara. Swara SeadaNya sendiri merupakan kelompok musik etnik yang menggabungkan berbagai alat musik tradisional Indonesia, dengan puisi, dan juga ragam gerak tari tradisional Nusantara. (JB/03/Wid)