HADIRNYA UU HAJI TEROBOSAN TERBENTUKNYA KEMENTERIAN HAJI DAN UMRAH

Ilustrasi. (meta ai)

Jakarta, JaringBisnis. DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna Ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal yang memimpin rapat menyampaikan apresiasinya atas selesainya revisi Undang-Undang Haji yang menghadirkan terobosan baru berupa pembentukan Kementerian Haji dan Umrah.

Menurutnya, langkah ini merupakan keputusan strategis DPR bersama pemerintah untuk menjawab kompleksitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. “Ini terobosan baru, karena haji bukan hanya mengurus orang sedikit, tapi ada ekosistem besar yang harus diatur,” kata Cucun.

Ia menyoroti gagasan Presiden tentang pembangunan Kampung Haji yang diyakini dapat memberikan dampak ekonomi luas sekaligus memperkuat hubungan dengan Pemerintah Arab Saudi.

“Itu bagian dari terobosan baru. Kita sambut baik gagasan kampung haji, karena efek ekonominya akan tumbuh, sekaligus memperkuat ekosistem haji dan umrah kita,” ujarnya.

Terkait pengelolaan, Cucun menjelaskan bahwa seluruh urusan pelayanan jemaah, mulai dari kesehatan, akomodasi, hingga transportasi akan berada di bawah koordinasi Kementerian Haji.

“Selama ini kesehatan haji sering disiapkan secara mendadak. Dengan kementerian baru, persiapan lebih panjang bisa dilakukan. Termasuk akomodasi dan penerbangan, semuanya berada dalam satu atap. Sedangkan BPKH tetap terpisah agar pengelolaan keuangan tetap transparan,” tegasnya.

Peningkatan layanan

Di sisi lain, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang mewakili pemerintah, menyampaikan pendapat akhir Presiden. Ia menegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah merupakan hak warga negara yang dijamin UUD 1945, sehingga negara wajib memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan agar pelaksanaannya aman, nyaman, tertib, serta sesuai syariat.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan dan perbaikan terhadap UU Nomor 8 Tahun 2019, agar penyelenggaraan haji dan umrah dapat dilaksanakan lebih baik, termasuk optimalisasi pemanfaatan kuota, perlindungan bagi jemaah visa nonkuota, serta penggunaan sistem informasi kementerian,” ujar Supratman.

Ia menambahkan, beberapa poin penting yang disepakati meliputi penguatan kelembagaan penyelenggara menjadi Kementerian Haji dan Umrah, pengaturan kuota haji dan tambahan kuota, termasuk pemisahan kuota untuk petugas, pengawasan penyelenggaraan haji khusus dengan visa nonkuota, tanggung jawab pembinaan ibadah dan kesehatan jemaah, serta mekanisme peralihan kelembagaan dan penggunaan sistem informasi digital dalam manajemen haji-umrah.

Dengan disahkannya RUU ini, Indonesia secara resmi akan memiliki Kementerian Haji dan Umrah yang diharapkan mampu memperkuat tata kelola ibadah haji dan umrah, meningkatkan kualitas pelayanan, serta menjamin keadilan bagi seluruh jemaah.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa perubahan ini membawa konsekuensi penting dalam tata kelola pemerintahan, termasuk kemungkinan pembentukan kementerian baru.

“Kalau lihat dari revisi undang-undang tersebut konsekuensinya ada kementerian baru. Tapi kita akan serahkan kepada pemerintah nanti bagaimana pemerintah mengaturnya mengenai jumlah kementerian, apakah ada yang ditambah, kemudian ada yang dikurangi, atau kemudian ada yang digabung. Kita serahkan kepada pemerintah,” ujar Dasco.

Dasco menegaskan, DPR hanya menjalankan fungsi legislasi dengan menyelesaikan revisi UU, sementara implementasi lebih lanjut berada di ranah eksekutif. Menurutnya, keputusan terkait penambahan maupun penggabungan kementerian sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah. (JB/03/Wid)