Jakarta, JaringBisnis. Direktorat Kebudayaan Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Komoenitas Makara, Urban Spiritual Indonesia, dan Haul 16 Gus Dur menyelenggarakan Majelis Nyala Purnama #8 sekaligus Haul ke-16 KH Abdurrahman Wahid atau yang populer dipanggil Gus Dur, di Makara Art Center UI, Selasa (9/12/2025).
Acara Haul Gus Dur ke-16 ini juga diisi dengan berdoa bersama untuk negeri yang sedang dilanda sejumlah bencana alam. Tema peringatan HAUL GUS DUR ke-16 ini adalah “Humanis Humoris, Bersatu untuk Lucu.”
Acara ini dihadiri oleh beberapa penampil, diantaranya adalah Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur, Dr. Ngatawi Al Zastrouw, Dr. Turita Indah Setyani, Dr. H. Ahmad Hakim Jayli, Fitra Manan, Dodok Jogja, Musikalisasi Puisi Sasina, dan Swara SeadaNya.
“Humor bukan sekekdar entertaint ekspresi suka cita, dalam tradisi Nusantara humor bisa menjadi sarana melakukan kritik dan menyampaikan aspirasi rakyat kepada para penguasa. Sebagaimana tercermin pada sosok punakawan dalam cerita pewayangan. Secara sosiologis humor juga dapat menjadi kanalisasi atas kondisi sosial yang pengap akibat sistem politik yang represif. Gus Dur menggunakan humor sebagai kritik dan menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Melalui humor Gus Dur melawan sistem represif Orde Baru dengan cara yang menghibur”, ujar Direktur Kebudayaan Universitas Indonesia Dr Ngatawi Al Zastrouw yang juga pernah menjadi orang kepercayaan Gus Dur pada dekade 1990-an.
Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan menambahkan Haul Gus Dur merupakan momentum penting tahunan untuk mengenang jasa, pemikiran, dan perjuangan salah satu Bapak Bangsa serta pejuang kemanusiaan tersebut. Acara ini sering diisi dengan refleksi nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur, seperti membela yang lemah, menjaga kebhinekaan, dan pentingnya kepemimpinan yang etis, dengan tema yang berbeda setiap tahunnya.
“Ciri khas Gus Dur yang tak terpisahkan adalah humornya yang cerdas, tajam, dan penuh makna, yang sering ia gunakan sebagai alat komunikasi politik atau cara halus untuk menyindir dan mengkritik institusi atau keadaan sosial, seperti leluconnya tentang “tiga polisi jujur” (Patung Polisi, Polisi Tidur, dan Pak Hoegeng) atau plesetan-plesetan yang ia gunakan, menunjukkan bahwa humor adalah bagian integral dari sosok dan dakwahnya,” kata Fitra Manan.
Di penghujung acara, Dr. Turita Indah Setyani yang juga merupakan pendiri Urban Spiritual Indonesia, memimpin meditasi bersama para hadirin. Meditasi dapat melatih pikiran untuk lebih tenang, sadar, dan mampu mengelola perasaan, membantu menciptakan keseimbangan internal dan kesejahteraan jangka panjang. (JB/03/Wid)















