Jakarta, Jaring Bisnis. Arsa Foundation dan Perkumpulan Terapis Olahraga Indonesia (PTOI) menyelenggarakan National Sports Therapist Course tingkat pemula, yang berlangsung di Pusbakor Kampus B Universitas Negeri Jakarta, 18–20 Desember 2024. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Asisten Deputi Tenaga Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga, Dra. Agustin Rien.
Dalam sambutannya, Dra. Agustin mengatakan bahwa kegiatan pelatihan seperti ini harus dilakukan secara intensif untuk memenuhi kebutuhan tenaga olahraga yang kompeten, khususnya di bidang terapi olahraga di Indonesia. “Profesi terapis olahraga sangat dibutuhkan masyarakat, baik di kalangan penggiat olahraga, sarjana olahraga, maupun cabang-cabang olahraga profesional. Dengan pelatihan ini, diharapkan muncul SDM yang mampu memberikan kontribusi nyata di tengah masyarakat,” katanya.
Terapis olahraga, lanjut Dra. Agustin, adalah profesi tenaga keolahragaan yang fokus pada pengembangan metode terapi berbasis ilmu keolahragaan. Tugas utama seorang terapis olahraga mencakup sport massage, terapi latihan, dan manajemen pemulihan. Profesi ini tidak hanya mendukung atlet dalam mencegah cedera, tetapi juga membantu menjaga kebugaran masyarakat umum serta mendorong pencapaian prestasi olahraga.
Jika dahulu profesi ini dikenal dengan sebutan masseur, kini terapis olahraga telah diakui secara resmi oleh negara sebagai bagian dari tenaga keolahragaan profesional. Dalam praktiknya, terapis olahraga memberikan pendampingan di berbagai bidang, mulai dari olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, olahraga prestasi, hingga olahraga untuk disabilitas.
Manfaat dan Pentingnya Peran Terapis Olahraga
Dalam makalah yang dipaparkan saat pelatihan disebutkan bahwa sport therapy memiliki manfaat besar dalam dunia olahraga. Seorang sport therapy trainer membantu melindungi atlet dari risiko cedera, mendampingi proses pemulihan, dan mendukung kebugaran untuk mencapai puncak performa. Selain itu, terapi olahraga juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendekatan preventif.
Meskipun manfaatnya besar, jumlah terapis olahraga di Indonesia masih kurang. Menurut data yang disampaikan Ketua Umum Perkumpulan Terapis Olahraga Indonesia, Chairul Umam, saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 300 terapis olahraga dari hasil pelatihan yang telah dilakukan.
“Berdasarkan kebutuhan KONI Pusat, PB cabang olahraga, KONI daerah, hingga komunitas lari dan pusat kebugaran, diperlukan sekitar 10.000 tenaga keolahragaan di bidang terapi olahraga. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya pengembangan SDM terapis olahraga di Indonesia,” kata Chairul Umam.
Agar kebutuhan ini dapat terpenuhi, dukungan dari pemerintah sangat diperlukan. Ketua pelaksana National Sports Therapist Course 2024, M. Irfan Hanifah, menegaskan bahwa kebijakan yang mendukung regulasi dan standardisasi kompetensi terapis olahraga menjadi prioritas utama.
“Setiap daerah perlu menerapkan pengendalian cedera olahraga dengan melibatkan terapis olahraga yang kompeten. Dengan demikian, ekosistem industri olahraga dapat berkembang secara optimal,” kata Irfan.
Lebih lanjut, ia juga berharap profesi terapis olahraga dapat masuk dalam kebijakan Kementerian Kesehatan untuk mendukung tindakan preventif dalam mencegah cedera dan menjaga kebugaran masyarakat. Hal ini akan memperkuat posisi terapis olahraga sebagai bagian penting dari sistem kesehatan nasional.
Membangun Ekosistem Olahraga yang Berkelanjutan
Pelatihan seperti National Sports Therapist Course 2024 diharapkan dapat melahirkan tenaga terapis olahraga yang mampu terserap di berbagai sektor, seperti cabang olahraga, pusat kebugaran, satuan pendidikan, dan komunitas olahraga di masyarakat.
Melalui sinergi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan organisasi olahraga, Indonesia dapat membangun ekosistem industri olahraga yang berkelanjutan. Terapis olahraga tidak hanya mendukung atlet dan masyarakat dalam aspek kesehatan, tetapi juga menjadi bagian penting dari pembangunan olahraga nasional. (JB/02/GlG)