Jakarta, JaringBisnis. Pemerhati pendidikan yang juga Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris menyebut langkah Presiden Prabowo Subianto mengalokasikan Rp13 triliun hasil sitaan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) ke sektor pendidikan, khususnya untuk memperkuat dana beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), adalah kebijakan visioner. Di tengah tantangan membangun sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045, langkah ini menjadi simbol keadilan sosial dan strategi pembangunan jangka panjang yang berorientasi pada masa depan bangsa.
“Korupsi selama ini merampas hak rakyat mulai hak atas pendidikan, kesehatan, dan masa depan yang layak. Karena itu, mengembalikan uang hasil korupsi ke sektor pendidikan adalah bentuk keadilan restoratif bagi bangsa, bukan sekadar semata-mata untuk pemulihan keuangan negara. Langkah ini mengirim pesan kuat bahwa hasil pemberantasan korupsi dan efisiensi anggaran harus dikembalikan kepada rakyat melalui pembangunan manusia,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Senator Jakarta ini mengungkapkan, saat ini LPDP menghadapi tantangan akibat semakin meningkatnya permintaan beasiswa. Jumlah pendaftar terus melonjak, sementara kuota penerimaan belum naik secara signifikan.
Padahal sejak berdiri pada 2013, LPDP telah menjadi motor utama pencetak talenta unggul SDM Indonesia yang telah berkontribusi di bidang riset, pendidikan, kebijakan publik, hingga industri teknologi. Tambahan dana ke LPDP, dapat memperluas kesempatan pendidikan bagi masyarakat berprestasi dari berbagai lapisan ekonomi, terutama kelompok menengah ke bawah, agar mereka dapat mengakses universitas terbaik di dalam dan luar negeri.
Empat dampak
Menurut Fahira Idris, tambahan dana pendidikan dari hasil sitaan korupsi CPO akan memberi setidaknya empat dampak besar yang bersifat strategis dan berjangka panjang.
Pertama, mempercepat lahirnya talenta global Indonesia di mana tambahan dana memungkinkan lebih banyak mahasiswa dan profesional muda menempuh studi di universitas top dunia, khususnya pada bidang strategis seperti teknologi, sains, energi terbarukan, kedokteran, dan keamanan pangan. Mereka akan menjadi duta intelektual Indonesia yang membawa pengetahuan, jejaring global, dan nilai-nilai inovatif ke tanah air.
Kedua, memperkuat kapasitas riset nasional. Sebagian dana tambahan ini idealnya juga dialokasikan untuk pendanaan riset di perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Dengan tambahan dana, kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah dapat semakin kuat, mempercepat lahirnya inovasi dan paten nasional, sekaligus mengurangi ketergantungan pada teknologi asing.
Ketiga, mendorong transformasi ekonomi berbasis pengetahuan. Lulusan LPDP yang kembali ke Indonesia membawa gagasan dan teknologi baru yang menjadi fondasi knowledge-based economy. Dalam jangka panjang, ini akan mempercepat diversifikasi ekonomi dari sektor ekstraktif menuju ekonomi inovatif yang bernilai tambah tinggi.
Keempat, memperluas pemerataan pendidikan dan mobilitas sosial. Dana tambahan ini akan memperbesar peluang bagi pelajar berprestasi dari daerah tertinggal untuk memperoleh akses beasiswa. Ini berarti pendidikan tinggi tidak lagi menjadi hak eksklusif kelompok ekonomi atas, tetapi jembatan keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa.
“Jika terealisasi dan berkelanjutan, saya yakin kebijakan ini akan memperluas akses pendidikan, memperkuat riset nasional, dan mempercepat terwujudnya SDM bangsa yang unggul, berkarakter, dan berdaya saing global,” tandas Fahira Idris. (JB/03/Jie/Wid)















