Depok, JaringBisnis. Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, Buya Hamka Center bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia menyelenggarakan sebuah diskusi panel bertema “Tinta Emas Buya Hamka: Merajut Nasionalisme, Merawat Jiwa Bangsa” di Auditorium Soe Hok Gie, Gedung IX Sapardi Djoko Damono, FIB UI.
Kegiatan ini lahir dari keprihatinan atas semakin berkurangnya pemahaman generasi muda terhadap sosok Buya Hamka, seorang ulama besar, politisi, sekaligus sastrawan yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri bangsa. Meskipun nama Buya Hamka kembali dikenal luas melalui film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, karya sastra beliau sesungguhnya jauh lebih luas dan mendalam, mencakup nilai-nilai keislaman, kemanusiaan, dan kebangsaan yang tetap relevan hingga kini.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap generasi muda, khususnya mahasiswa, dapat mengenal Buya Hamka tidak hanya sebagai sastrawan, tetapi juga sebagai sosok yang mewariskan nilai-nilai moral, intelektual, dan spiritual yang penting bagi bangsa,” ujar Abdul Hadi Hamka, Ketua Yayasan Pusat Kajian Buya Hamka, yang juga menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.
Acara yang dimulai pukul 14.00 WIB ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan sambutan dari Pelaksana Harian Dekan FIB UI, Dr. Taufik Asmiyanto, M.Si, serta rangkaian acara pembacaan tilawah, puisi, dan penayangan video singkat mengenai profil Buya Hamka.
Sesi utama berupa diskusi panel menghadirkan tiga narasumber, yaitu
Abdul Hadi Hamka (Ketua Yayasan Pusat Kajian Buya Hamka), Andre Andhara (Director of Education, Publishing, and Digital Buya Hamka Center), dan Dr Sunu Wasono (Sastrawan dan Dosen Purnabakti FIB UI),
dengan moderator Dr Alfian Siagian.
Para narasumber membahas berbagai aspek kehidupan dan karya Buya Hamka, mulai dari asal nama “HAMKA”, perjalanan spiritualnya hingga menjadi ulama besar, hingga relevansi nilai-nilai nasionalisme dan moral dalam karya-karya beliau seperti Merantau ke Deli.
Dalam sesi tanya jawab, mahasiswa menunjukkan antusiasme tinggi dengan pertanyaan yang menggali sisi humanis Buya Hamka. Salah satu bahasan menarik muncul ketika mahasiswa menyinggung tema-tema sedih dalam karya sastra beliau. Dr. Sunu menjelaskan bahwa di balik nuansa tragis, Buya Hamka justru menampilkan nilai-nilai romantika kehidupan yang sarat dengan pesan moral dan keindahan jiwa.
Selain itu, muncul pula diskusi tentang tantangan Buya Hamka Center dalam mentransfer nilai-nilai keislaman dan kebangsaan di era digital. “Tantangan utama kami adalah bagaimana mengemas nilai-nilai luhur Buya Hamka menjadi literasi yang relevan dan mudah dicerna oleh generasi digital. Ini bukan sekadar soal membaca karya sastra, tapi memahami nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya,” ungkap Andre Andhara.
Buya Hamka Center adalah lembaga yang didirikan untuk melestarikan, mengembangkan, dan memperkenalkan karya serta pemikiran Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka). Melalui kegiatan penelitian, penerbitan, edukasi, dan digitalisasi karya, Buya Hamka Center berkomitmen untuk menjembatani nilai-nilai warisan Buya Hamka dengan tantangan zaman modern, khususnya bagi generasi muda Indonesia.
“Antusiasme dari acara diskusi Buya Hamka ini sangat bermanfaat untuk mengenal Buya Hamka dan nilai-nilai yang dibawa dalam karya-karya nya yang bersejarah”, ungkap Ketua Panitia Dhany Marlen. (JB/03/Wid)