Jakarta, JaringBisnis. Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2025, sanggar seni anak Huma Rumil mementaskan teater anak berjudul ‘Kerajaan Burung’ di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Sabtu (26/7/2025).
Pentas teater ‘Kerajaan Burung’ yang disutradarai Permana ini merupakan adaptasi naskah drama anak karya Saini KM, yang memenangkan Sayembara Naskah Sandiwara Anak-anak oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1981. Naskah ini berbicara mengenai pentingnya keseimbangan ekosistem, hubungan manusia dengan alam, serta nilai-nilai empati terhadap makhluk hidup lainnya isu yang semakin relevan di tengah krisis iklim dan lingkungan hari ini.
“Teater bisa jadi media pembelajaran yang efektif bagi anak-anak. Naskah ‘Kerajaan Burung’ memberikan pemahaman tentang lingkungan. Persoalan dalam cerita adalah hal yang penting dan menarik untuk dipahami oleh anak-anak sejak dini baik sebagai pemain maupun sebagai penonton. Jadi, betapa pun naskah ini tergolong karya lama, tapi pesan dan nilai yang terkandung di dalamnya masih relevan hingga sekarang,” kata Permana.
‘Kerajaan Burung’ menceritakan Kiku, seorang anak yang bersahabat dengan burung-burung. Namun, persahabatan itu diuji saat dua anak Pak Lurah menembaki burung-burung untuk kesenangan, menyebabkan burung-burung meninggalkan desa. Akibatnya, desa dihantam bencana, hama ulat merusak seluruh panen. Dalam upaya menyelamatkan desanya, Kiku melakukan perjalanan ke hutan belantara untuk menemui Prabu Garuda, Raja Burung, dan memohon agar burung-burung kembali.
Pertunjukan ini tidak hanya menyuguhkan cerita dalam bentuk dialog atau akting tapi juga menyuguhkan beberapa lagu yang dinyanyikan secara live oleh para pemain. Kanaka Winson yang merupakan alumni Huma Rumil berperan sebagai penata musik. Selain itu nyanyian juga akan diiringi gerak tari yang digarap oleh Koreografer Kak Emma yang juga merupakan pengampu kelas tari Huma Rumil.
“Pertunjukan ini bukan sekadar panggung hiburan, melainkan sebuah ruang pembelajaran. Anak-anak tidak hanya belajar seni peran dan tari, tapi juga nilai tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap lingkungan,” ujar Sha Ine Febriyanti, pendiri Huma Rumil.
Huma Rumil telah menjadi ruang inklusif tempat anak-anak mengekspresikan diri melalui seni seperti teater, tari, dan menggambar. Selain kegiatan berkesenian, Huma Rumil juga aktif melakukan aksi sosial seperti sunatan massal dan Ramadhan keliling ke panti asuhan dan komunitas anak, sebagai wujud kepedulian dan semangat berbagi.
Salah satu pendiri Huma Rumil Romi Idekuart mengatakan Huma Rumil merupakan ruang bermain sekaligus ruang belajar anak-anak dengan pendekatan kesenian.
“Potensi kreatif setiap anak yang memang berbeda coba digali dan dikembangkan dalam tiga kelas berbeda yaitu kelas menggambar, kelas tari dan kelas teater. Ketiga kelas ini mendorong setiap anak untuk lebih percaya diri untuk berekspresi dan mengaktualisasikan diri. Huma rumil perlahan menjelma menjadi ruang tumbuh,” jelas Romi. (JB/03/Wid)