Jakarta, JaringBisnis. Provinsi Riau saat ini memasuki puncak musim kemarau yang berdampak sangat rendahnya curah hujan sehingga meningkatkan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Saat ini terdapat 135 titik panas di Provinsi Riau dengan sebaran tertinggi di wilayah Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hilir.
Berdasarkan pantauan hotspot tersebut, diperkirakan tingkat kemudahan terbakar wilayah Riau sangat tinggi pada 23-24 Juli, kemudian menurun pada 25-27 Juli dan kembali meningkat pada 29-31 Juli 2025.
“Berdasarkan prakiraan iklim terkini, wilayah Riau khususnya pada dasarian ketiga bulan Juli diprediksi mengalami curah hujan rendah, yakni di bawah 20 mm. Kondisi ini berpotensi besar memicu peningkatan karhutla hingga awal Agustus mendatang,” para Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati pada Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Riau (23/7/2025).
Dwikorita menyebut kondisi atmosfer saat ini cukup menantang, tidak hanya pada kelembapan udara di tingkat yang sangat rendah, tetapi juga angin permukaan yang cenderung kencang sehingga dapat mempercepat penyebaran api. Ditambah lagi dengan jenis lahan gambut yang rawan mengalami kebakaran.
Menyikapi kondisi ini, Gubernur Riau Abdul Wahid pun menyatakan status tanggap darurat karhutla. Karena itu, BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) demi mengendalikan titik-titik api yang kian meningkat.
“BMKG secara rutin memperbarui prakiraan cuaca dan mendukung penyusunan strategi OMC agar penyemaian awan dilakukan di wilayah yang memiliki potensi pertumbuhan awan secara optimal. Dukungan data serta analisis meteorologi dan klimatologi merupakan kunci keberhasilan operasi ini,” lanjutnya seperti dikutip bmkg.go.id.
Modifikasi cuaca
Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto mengatakan, upaya modifikasi cuaca sudah dilaksanakan sejak 21 Juli 2025 dengan total bahan semai 15.600 kg pada 17 sorti penyemaian awan. OMC difokuskan untuk menampung sebanyak mungkin air hujan pada lahan gambut dan menjaga kelembapannya, mengingat potensi kebakaran masih berlangsung pada bulan Agustus.
“Strategi pada modifikasi cuaca ini adalah menampung air hujan agar melembapkan lahan, terutama tanah gambut yang sangat rawan kebakaran. Kami menargetkan peningkatan tinggi muka air tanah gambut setidaknya mencapai di atas -40 cm agar potensi terbakar dapat ditekan. Rata-rata tinggi muka air saat ini berada di bawah 1 meter, dan ini sangat kritis,” tandasnya.
Seto menyebut hasil awal OMC menunjukkan dampak positif, seperti hujan dengan intensitas sedang yang turun di Kota Dumai pada 21 Juli 2025 pukul 16.06 WIB. Lebih lanjut, penyemaian awan masih secara masif dilakukan hingga seminggu ke depan di titik-titik prioritas berdasarkan data prediksi harian BMKG dan hasil koordinasi dengan BNPB.
Dwikorita menegaskan bahwa validasi terhadap sebaran titik panas sangat penting dilakukan dengan mengacu pada berbagai sumber data yang kredibel dan terverifikasi demi menjamin tingkat akurasi yang tinggi. Demikian itu strategis penanganan karhutla yang disusun menjadi lebih tepat sasaran, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Upaya OMC tidak hanya dilakukan di Provinsi Riau, tetapi juga beberapa provinsi prioritas lain yang rawan terjadi karhutla, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Sumatra Selatan. Juli mengaku optimistis ancaman karhutla dapat ditangani dengan sinergi lintas lembaga melalui OMC. (JB/03/Wid)